TINJAUAN ILMU FISIKA MODERN MENGENAI PERISTIWA ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW







KATA PENGANTAR

            Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Nikmat dan Inayah-Nya. Dialah Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang sehingga kesehatan dan kesejahteraan selalu menyertai kita dalam melakukan segala aktivitas. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia sehingga berada di jalan yang benar, baik itu dunia maupun akhirat.
            Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, Alhamdulillah karena berkat qudrah dan iradah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “TINJAUAN ILMU FISIKA MODERN MENGENAI PERISTIWA ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW”.
            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan kekurangan dan keterbatasan wawasan ilmu yang penulis peroleh. Maka dengan segala kerelaan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan ke depan.
            Selesainya penyusunan karya tulis ini tidak terlepas oleh bantuan pihak-pihak yang telah memberi bantuan, bimbingan, serta dorongan kepada penulis. Maka dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Ust. Iqbal Santoso selaku Mudirul’Am Pesantren Persis Tarogong
2.      Ust. Saeful Hayat selaku Mudir MA Persis Tarogong
3.      Usth. Enung Jubaedah selaku wali kelas XII IPA 2 dan biro karya tulis yang telah mengorbankan tenaga dan pikiran kepada penulis dalam penyusunan karya tulis ini
4.      Ust. Iwan Ridwansyah selaku pembimbing yang telah rela meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
5.      Asatidz dan asatidzah yang telah banyak membantu serta memotivasi penulis
6.      Bapa, Ibu, nenek, dan keluarga tercinta yang telah memberi dukungan baik moril maupun materil selama penulis menuntut ilmu
7.      Teman-teman kelas XII IPA 2 yang telah memberi dukungan satu sama lain dan kesan-kesan berharga yang tak pernah penulis lupakan
8.      Teman-teman seperjuangan, angkatan 30 yang telah sama-sama berjihad selama 3 tahun dalam menuntut ilmu di pesantren ini
9.      Guru, pengurus, serta teman-teman di AMSC angkatan 9 yang telah memberi dukungan dan masukan kepada penulis
10.  Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.




DAFTAR  ISI

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................... iv
MOTTO.............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... viii
BAB  I      PENDAHULUAN
                  A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
                  B. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
                  C. Tujuan Penulisan........................................................................... 3
                  D. Metode Penulisan......................................................................... 4
                  E. Sistematika Penulisan.................................................................... 4
BAB  II     LANDASAN TEORETIS
                  A. Pengertian Isra’ dan Mi’raj........................................................... 6
                  B. Kisah Terjadinya Isra’ Mi’raj........................................................ 8
                  C. Perkembangan Ilmu Fisika Modern.............................................. 11
BAB  III   PEMBAHASAN
                  A. Peristiwa Isra’ dalam tinjauan Fisika Modern.............................. 22
                  B. Peristiwa Mi’raj dalam tinjauan Fisika Modern............................ 30

BAB  VI   PENUTUP
                  A. Simpulan....................................................................................... 43
                  B. Saran............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 45



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
            Manusia merupakan makhluk yang lemah dan serba terbatas. Berbeda dengan Tuhannya, Ia Menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Ia Menciptakannya sendiri dengan melawan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan-Nya. Hal ini pasti menimbulkan banyak persoalan diantara manusia tentang segala ciptaan-Nya. Salah satu yang menjadi tanda kuasa-Nya yaitu dengan menunjukkan mukjizat yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul pilihan-Nya. Tujuannya yaitu agar manusia mengagungi dan mengkaji lebih dalam dengan tetap mempertahankan aqidah dan mempertebal iman.
            Bagi umat Muhammad SAW, salah satu doktrin permasalahan yang paling kontroversial hingga saat ini yaitu tentang perjalanan Isra’ Mi’raj. Isra’ Mi’raj adalah salah satu mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW dimana pada peristiwa ini turun perintah untuk melaksanakan shalat lima waktu. Pada saat itu, kondisi umat islam sedang dalam masa-masa sulit. Mereka diboikot oleh kaum Quraisy dari segi ekonomi maupun sosial. Apalagi pada tahun ini Nabi SAW ditinggalkan oleh dua orang yang sangat ia cintai, yaitu istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib. Maka Allah menguatkan sekaligus menghibur Nabi dengan mendatangkan Jibril ketika ia sedang bertafakur di


Masjidil Haram. Jibril datang menemui Nabi hingga memenuhi horizon penglihatannya.
Lalu Jibril mendekat dan menyampaikan perintah Allah, bahwa ia disuruh untuk mengajak Rasulullah melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj. Sebelumnya, Jibril membersihkan hati Nabi terlebih dahulu dengan air zam-zam sebagai persiapan melakukan perjalanan ini. Maka dibawalah Nabi dengan mengendarai Buraq (Barqun = kilat) menuju Masjidil Aqsha yang berjarak 1500 km dari Mekkah. Mereka menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk ukuran orang pada waktu itu hanya dalam waktu setengah malam. Atau bahkan lebih singkat lagi (Mustofa, 2004:19).
Melakukan perjalanan dengan jarak yang lumayan jauh dalam waktu yang singkat. Bukankah ini termasuk masalah yang sulit dicerna oleh nalar manusia? Apalagi untuk orang-orang pada masa Nabi Muhammad ketika Ilmu pengetahuan belum berkembang pesat seperti sekarang. Setidaknya kita dapat menarik pertanyaan dari perjalanan itu. Apakah Nabi SAW dan Jibril melakukan perjalanan dengan pesawat yang super canggih seperti dalam film-film? Atau mereka saling kejar mengejar  dengan mengendarai makhluk ajaib seperti buraq? Apabila dikaji dalam ilmu fisika, jelas pertanyaan nomor dua tidak memungkinkan. Karena badan Nabi SAW tidak akan kuat melakukannya, bahkan badan beliau dapat hancur berkeping-keping. Tetapi kenyataannya Nabi SAW kembali dengan keadaan sehat bahkan esoknya dapat menceritakan peristiwa ini kepada sahabat dan masyarakat. Pesan rahasia apakah yang Allah berikan kepada kita dari perjalanan ini? Ilmu fisika modern menjawabnya agar dapat diterima oleh akal manusia.
Dari latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik mengangkatnya untuk dijadikan karya tulis dengan judul:
TINJAUAN ILMU FISIKA MODERN MENGENAI PERISTIWA ISRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW

B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan Isra’ dan Mi’raj?
2.      Bagaimana perkembangan fisika modern?
3.      Bagaimana terjadinya Isra’ dalam tinjauan fisika modern?
4.      Bagaimana terjadinya Mi’raj dalam tinjauan fisika modern?

C.Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, dalam penyusunan karya tulis ini penulis mempunyai beberapa tujuan penulisan, yaitu:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Isra’ dan Mi’raj
2.      Mengetahui perkembangan fisika modern
3.      Mengetahui bagaimana terjadinya Isra’ dalam tinjauan fisika modern
4.      Mengetahui bagaimana terjadinya Mi’raj dalam tinjauan fisika modern

D. Metode dan Teknik  Penulisan
            Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah metode deskripsi dan teknik bibliografi. Adapun metode deskripsi yaitu bersifat pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012:320)
            Adapun yang dimaksud dengan teknik bibliografi yaitu daftar buku atau karangan yang merupakan sumber rujukan dari sebuah tulisan atau karangan atau daftar tentang suatu subjek ilmu atau juga daftar pustaka .(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012:187)

E. Sistematika Penulisan
Agar dalam penulisan karya tulis ini tidak melebar dari pokok pembahasan, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
v  BAB I. Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode  dan Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
v  BAB II            . Landasan Teoritis, meliputi : Pengertian Isra’ dan Mi’raj, Kisah Terjadinya Isra’ Mi’raj, dan Perkembangan Ilmu Fisika Modern.
v  BAB III. Pembahasan, meliputi :  Peristiwa Isra’ dalam tinjauan Fisika modern dan Peristiwa Mi’raj dalam tinjauan Fisika Modern.
v  BAB IV. Penutup, meliputi : Kesimpulan dan Saran.


BAB II

LANDASAN TEORITIS


A.    Pengertian Isra’ dan Mi’raj
Isra dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Yaitu  terpisah menjadi peristiwa Isra’ dan peristiwa Mi’raj yang terjadi secara bersamaan dalam satu malam. Namun, sebagian orang menganggapnya sebagai suatu kejadian yang sama karena kedua kata itu senantiasa digabungkan.
 Secara bahasa Isra’ berarti berjalan pada malam hari. Sedangkan secara istilah Isra adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW bersama Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan mengendarai buraq. Perjalanan ini disebut juga perjalanan horizontal, karena keadaan Nabi masih di bumi. Sebagaimana Allah SWT Berfirman :
 الْأَقْصَى الْمَسْجِدِ إِلَى الْحَرَامِ الْمَسْجِدِ مِنَ لَيْلًا بِعَبْدِهِ أَسْرَى الَّذِي سُبْحَانَ
الْبَصِيرُ السَّمِيعُ هُوَ إِنَّه آَيَاتِنَا مِنْ لِنُرِيَهُ حَوْلَهُ بَارَكْنَا الَّذِي
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Israa’ : 1)


Secara bahasa Mi’raj berarti tangga untuk naik ke atas. Sedangkan secara istilah Mi’raj adalah  diangkatnya Nabi bersama Jibril dari bumi (Masjidil Aqsha)  naik ke langit ke tujuh hingga Sidratul Muntaha dengan mengarungi dimensi ruang dan waktu. Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’. Yaitu suatu tempat dimana tak ada satu pun makhluk yang dapat melampaui dan mengetahui lebih banyak lagi.
Dalam istilah lain disebut bahwa Mi’raj adalah kenaikan Nabi SAW dari Masjidil Aqsha di Palestina ke alam atas melalui beberapa tingkatan, terus menuju Baitul Makmur, sidratul muntaha, arasy (takhta Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima wahyu di hadirat Allah SWT. Perjalanan ini mengandung perintah mendirikan shalat lima waktu sehari-semalam. (Ali, 2005: 233)
 Sebagaimana Allah SWT Berfirman :
(15) جَنَّةُ الْمَأْوَى عِنْدَهَا (14) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (13)  وَلَقَدْ رَآَهُ نَزْلَةً أُخْرَى
لَقَدْ رَأَى  (17)  مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى  (16) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى 
 (18) مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى 
 “Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)

B.     Kisah Terjadinya Isra dan Mi’raj
       Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi setahun sebelum hijrah. Ibnu Hazm memastikan peristiwa itu terjadi pada malam 27 bulan Rajab. Inilah pendapat yang masyhur dan dipegang oleh kebanyakan kaum muslimin, yakni terjadi pada malam senin, setelah Rasulullah SAW pulang dari perjalanannya ke Tha’if. (Ridha,2004:272)
Peristiwa ini dijelaskan dibeberapa hadist yang panjang, diantaranya hadist
yang diriwayatkan oleh Malik bin Sha’sha’ah. Pada waktu itu Nabi sedang berada di Hathim (dekat Ka’bah) sambil berbaring miring. Tiba-tiba datanglah Jibril, lalu ia membelah dada Nabi dan mengeluarkan hatinya. Setelah itu Jibril membersihkan hatinya dengan air Zam-zam yang disediakan dari bejana emas. Selanjutnya datanglah seekor binatang kendaraan , lebih kecil dari bighal dan lebih besar dari keledai yang berwarna putih. Kendaraan ini biasa disebut Buraq dan dengan mengendarainya Nabi dapat sampai di Masjidil Aqsha sejauh pandangan mata.
            Setelah sampai di Baitul Maqdis, Nabi SAW masuk ke Masjidil Aqsha dan melakukan shalat dua rakaat yang diikuti para nabi terdahulu. Setelah selesai shalat, Jibril datang lagi sambil membawa dua gelas minuman. Gelas yang satu berisi susu dan yang satu lagi berisi arak. Malaikat Jibril mempersilahkan Nabi Muhammad SAW meminumnya. Nabi Muhammad SAW memilih susu. Melihat itu Jibril berkata. “Tuan diatas fitrah. Seandainya tuan memilih arak, niscaya sesatlah umat tuan.” Sampai disini berakhirlah perjalanan Isra’ Nabi SAW di permukaan bumi. (Ali, 2005: 233)
            Kemudian berangkatlah Jibril bersama Nabi SAW dengan mengendarai Buraq naik ke langit terendah atau langit dunia. Sebelum masuk ke langit berikutnya, JIbril ditanya oleh penjaga “siapakah ini?” Jibril menjawab, “Jibril.” Ia kemudian ditanya pula “siapakah yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad” Ia kemudian ditanya lagi, “apakah dia telah mendapat panggilan? Jibril menjawab, “ya, dia telah mendapat panggilan.” Setelah mendengar jawaban itu, penjaga langit dunia itu membuka pintu untuk Nabi Muhammad SAW dan Malaikat Jibril, sambil mengucap sambutan terhadap kedatangannya. (Ali , 2005: 234)
            Lanjut Yunasril Ali (2005:234) sebagaimana menurut hadist shahih bahwa Nabi SAW bertemu dengan Nabi Adam AS di langit pertama. Lalu Nabi Muhammad SAW memberinya salam dan ia menjawab salam dan mendo’akan Nabi SAW. Sesudah itu tiba-tiba Nabi SAW melihat secara samar wujud berwarna hitam yang ada disebelah kanan dan kiri tempat duduk Nabi Adam AS. Apabila melihat ke sebelah kanan, Nabi Adam AS tertawa karena didalamnya adalah orang-orang ahli surga. Tetapi apabila melihat ke arah kiri ia tampak menangis karena didalamnya adalah orang-orang ahli neraka.
            Kemudian Malaikat Jibril beserta Nabi Muhammad SAW naik ke langit kedua. Keduanya disambut pula seperti pada langit pertama. Disini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS. Nabi Muhammad SAW mengucapkan salam kepada keduanya. Salam ini disambut baik dengan rasa hormat. Keadaan seperti ini terjadi pula pada langit ketiga sampai langit ketujuh. Dilangit ketiga Nabi SAW bertemu dengan Nabi Yusuf AS, dilangit keempat beliau bertemu dengan Nabi Idris AS, dilangit kelima dengan Nabi Harun AS, dilangit keenam dengan Nabi Musa AS, dan dilangit ketujuh dengan Nabi Ibrahim AS yang sedang bersandar di BaitulMakmur.
              Setelah dari langit ketujuh, sampailah Nabi SAW di Sidratul Muntaha. Yaitu sebuah pohon yang rindang dengan buahnya sebesar qulah di negeri Hajar, dan daun-daunnya seperti telinga gajah. Di Sidratul Muntaha juga terdapat empat sungai yang mengalir dengan dua sungai tampak nyata dan dua sungai lainnya tidak nampak nyata. Adapun yang tidak nampak nyata adalah dua sungai disurga, sedangkan yang nampak nyata adalah sungai Nil dan sungai Eufrat. Nabi SAW juga diperlihatkan Baitul Makmur yaitu rumah yang setiap harinya dimasuki tujuh puluh ribu malaikat.
              Lalu, Nabi SAW diberi 3 wadah yang masing-masing berisi khamr, susu, dan madu. Ternyata Nabi Muhammad SAW mengambil wadah yang berisi susu, maka Jibril berkata: “Inilah fitrah yang dianut olehmu dan umatmu.” (Ridha, 2004:282)
 Di Sidratul Muntaha Nabi SAW meninggalkan Jibril dan berangkat ke Mustawa, ke hadirat Allah SWT. Di hadirat Allah SWT Nabi SAW menerima wahyu kewajiban shalat lima puluh kali sehari semalam. Akan tetapi ketika turun dan sampai di langit keenam, Nabi Musa AS menyarankan agar shalat yang lima puluh kali itu dikurangi, mengingat kemampuan umat Nabi Muhammad SAW amat terbatas. Atas saran itu Nabi SAW kembali ke hadirat Allah SWT dan memohon dikurangi shalat yang lima puluh kali itu. Akhirnya Allah SWT berkenan menguranginya menjadi lima shalat dalam sehari semalam. (Ali, 2005: 234)
C.    Perkembangan Ilmu Fisika Modern
Fisika adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Fisikawan mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.
Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.
Sejarah fisika sepanjang yang telah diketahui telah dimulai pada tahun sekitar 2400 SM, ketika kebudayaan  Harapan menggunakan suatu benda untuk memperkirakan dan menghitung sudut bintang di angkasa. Sejak saat itu  fisika terus berkembang sampai sekarang. Perkembangan ini tidak hanya membawa perubahan di dalam bidang dunia benda, matematika dan  filosofi, namun juga melalui teknologi, membawa perubahan ke dunia  sosial masyarakat. Revolusi ilmu yang berlangsung terjadi pada sekitar tahun 1600 dapat dikatakan menjadi batas antara pemikiran purba dan lahirnya  fisika klasik. Dan akhirnya berlanjut ke tahun 1900 yang menandakan mulai berlangsungnya era baru era fisika modern.
Menurut Richtmeyer, sejarah perkembangan ilmu fisika dibagi dalam empat periode yaitu:
a.       Periode Pertama
Dimulai dari zaman prasejarah sampai tahun 1550 an. Pada periode pertama ini dikumpulkan berbagai fakta fisis yang dipakai untuk membuat perumusan empirik. Dalam periode pertama ini belum ada penelitian yang sistematis. Beberapa penemuan pada periode ini diantaranya :

1. 2400000 SM - 599 SM: Di bidang astronomi sudah dihasilkan Kalender Mesir dengan 1 tahun = 365 hari, prediksi gerhana, jam matahari, dan katalog bintang. Dalam Teknologi sudah ada peleburan berbagai logam, pembuatan roda, teknologi bangunan (piramid), standar berat, pengukuran, koin (mata uang).
2. 600 SM – 530 M: Perkembangan ilmu dan teknologi sangat terkait dengan perkembangan matematika. Dalam bidang Astronomi sudah ada pengamatan tentang gerak benda langit (termasuk bumi), jarak dan ukuran benda langit. Dalam bidang sain fisik Physical Science, sudah ada Hipotesis Democritus bahwa materi terdiri dari atom-atom. Archimedes memulai tradisi “Fisika Matematika” untuk menjelaskan tentang katrol, hukum-hukum hidrostatika dan lain-lain. Tradisi Fisika Matematika berlanjut sampai sekarang.
3. 530 M – 1450 M:
Saat itu kebudayaan didominasi oleh Kekaisaran Roma, ilmu medik dan fisika berkembang sangat pesat yang dipimpin oleh ilmuwan dan filsuf dari Yunani. Runtuhnya Kekaisaran Roma berakibat pada mundurnya perkembangan ilmu pengetahuan di dataran Eropa dan  berkembang pesat sains di Timur Tengah.  Banyak ilmuwan dari Yunani yang mencari dukungan dan bantuan di timur tengah ini. Akhirnya ilmuwan muslim pun berhasil mengembangkan ilmu astronomi dan matematika, yang akhirnya menemukan bidang ilmu pengetahuan baru yaitu kimia.  Dalam bidang Astronomi ada “Almagest” karya Ptolomeous yang menjadi teks standar untuk astronomi, teknik observasi berkembang, trigonometri sebagai bagian dari kerja astronomi berkembang. Setelah bangsa Arab menaklukkan Persia, ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat di Persia dan ilmuwan terus bermunculan yang akhirnya dengan giatnya memindahkan ilmu yang telah ada dari kebudayaan Yunani ke timur tengah yang saat itu sedang mundur dari Eropa yang mulai memasuki abad kegelapan.
Dalam Sains Fisik, Aristoteles berpendapat bahwa gerak bisa terjadi jika ada yang nendorong secara terus menerus kemagnetan berkembang, eksperimen optika berkembang, ilmu Kimia berkembang (Alchemy). Tokoh yang berkontribusi dalam fisika pada masa keemasan Islam :

1.      Jabir Ibnu Hayyan
Orang-orang Eropa menamakannya Gebert, ia hidup antara tahun 721-815 M. Dia adalah seorang tokoh Islam yang mempelajari dan mengembangkan dunia Islam yang pertama. Ilmu tersebut kemudian berkembang dan kita mengenal sebagai ilmu kimia. Bidang keahliannya adalah bidang  Logika, Filosofi, Kedokteran, Fisika, Mekanika, dan sebagainya.
2.      Abu Yusuf Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi
Dalam dunia barat dia dikenal dengan nama Al-Kindus. Memang sudah menjadi semacam adat kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan melatinkan nama-nama orang terkemuka, sehingga kadang-kadang orang tidak mengetahui apakah orang tersebut muslim atau bukan. Al-Kindi adalah seorang filosof muslim dan ilmuwan sedang bidang disiplin ilmunya adalah Filosofi, Matematika, Logika, Musik, Ilmu Kedokteran.
3.      Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi
Orang Eropa menyebutnya dengan Algorisma. Nama itu kemudian dipakai orang-orang barat dalam arti kata Aritmatika atau ilmu hitung. Karena dia adalah seorang muslim yang pertama-tama dan ternama dalam ilmu Matematika, ilmu hitung. Bukunya yang terkenal berjudul Al-jabar Wal Muqobalah, kemudian buku tersebut disalin oleh orang-orang barat dan sampai sekarang ilmu itu  kita kenal dengan nama Aljabar.
4.       Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi
Hidup antara tahun 865-925 dan namanya dilatinkan menjadi Razes. Seorang dokter klinis yang terbesar pada masa itu dan pernah mengadakan satu penelitian Al-Kimi atau sekarang lebih terkenal disebut ilmu Kimia. Dalam penelitiannya waktu itu Muhammad Ibnu Zakaria Al-Razi sudah menggunakan peralatan khusus dan secara sistematis hasil karyanya dibukukan, sehingga orang sekarang tidak sulit mempelajarinya. Disamping itu Al-Razi telah mengerjakan pula proses kimiawi seperti Destilasi, Kalsinasi dan sebagainya dan bukunya tersebut merupakan suatu buku pegangan laboratorium kimia yang pertama di dunia.
5.      Abu Nasir Al-Farabi
Orang barat menyebutnya dengan Alfarabius. Ia hidup tahun 870-900 M dan merupakan tokoh Islam yang pertama dalam bidang Logika. Al Farabi juga mengembangkan dan mempelajari ilmu Fisika, Matematika, Etika, Filosofi, Politik, dan sebagainya.
6.      Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina
Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina atau dikenal dengan nama Avicena, yang hidup antara tahun 980-1037 M. Seorang ilmuwan muslim dan Filosof besar pada waktu itu, hingga kepadanya diberikan julukan Syekh Al-Rais. Keistimewaannya antara lain pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an, kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu, bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi, Mineralogi.

4. 1450 M- 1550 M: Ada publikasi teori heliosentris dari Copernicus yang menjadi titik penting dalam revolusi saintifik. Sudah ada arah penelitian yang sistematis


b.      Periode Kedua
Dimulai dari tahun 1550an sampai tahun 1800an. Pada awal abad 17, Galileo membuka penggunaan eksperimen untuk memastikan kebenaran teori fisika, yang merupakan kunci dari metode sains. Galileo memformulasikan dan berhasil mengetes beberapa hasil dari dinamika  mekanik, terutama Hukum Inert.
Pada 1687, Isaac Newton menerbitkan Filosofi  Natural Prinsip Matematika, memberikan penjelasan yang jelas dan teori fisika yang sukses yaitu Hukum gerak Newton, yang merupakan sumber dari mekanika klasik dan Hukum Gravitasi Newton, yang menjelaskan gaya dasar gravitasi. Kedua teori ini cocok dalam eksperimen. Dalam Mekanika selain Hukum-hukum Newton dihasilkan pula Persamaan Bernoulli, Teori  Kinetik Gas, Vibrasi Transversal dari Batang, Kekekalan Momentum Sudut, Persamaan Lagrange. Dalam Fisika Panas ada penemuan termometer, azas Black, dan Kalorimeter.  Pada 1733, Daniel Bernoulli menggunakan argumen statistika dalam mekanika klasik untuk menurunkan hasil termodinamika, memulai bidang mekanika statistik.  Pada 1798, Benjamin Thompson mempertunjukkan konversi kerja mekanika ke dalam panas. Dalam Gelombang Cahaya ada penemuan aberasi dan pengukuran kelajuan cahaya. Dalam Kelistrikan ada klasifikasi konduktor dan nonkonduktor, penemuan elektroskop, pengembangan teori arus listrik yang serupa dengan teori penjalaran panas dan Hukum Coulomb.
c.       Periode Ketiga
Dimulai dari tahun 1800an sampai 1890an. Pada periode ini diformulasikan konsep-konsep fisika yang mendasar yang sekarang kita kenal dengan sebutan Fisika Klasik. Dalam periode ini Fisika berkembang dengan pesat terutama dalam mendapatkan formulasi-formulasi umum dalam Mekanika, Fisika Panas, Listrik-Magnet dan Gelombang, yang masih terpakai sampai saat ini.
            Dalam Mekanika diformulasikan Persamaan Hamiltonian (yang kemudian dipakai dalam Fisika Kuantum), Persamaan gerak benda tegar, teori elastisitas, hidrodinamika. Dalam Fisika Panas diformulasikan Hukum-hukum termodinamika, teori kinetik gas, penjalaran panas dan lain-lain.
Dalam Listrik-Magnet diformulasikan Hukum Ohm, Hukum Faraday, Teori Maxwell dan lain-lain. Dalam Gelombang diformulasikan teori gelombang cahaya, prinsip interferensi, difraksi dan lain-lain.
d.      Periode Keempat
Dimulai dari tahun 1890an sampai sekarang. Pada akhir abad ke 19 ditemukan beberapa fenomena yang tidak bisa dijelaskan melalui fisika klasik. Hal ini menuntut pengembangan konsep fisika yang lebih mendasar lagi yang sekarang disebut Fisika Modern. Dalam periode ini dikembangkan teori-teori yang lebih umum yang dapat mencakup masalah yang berkaitan dengan kecepatan yang sangat tinggi (relativitas) atau  dan yang berkaitan dengan partikel yang sangat kecil (teori kuantum).
Teori Relativitas yang dipelopori oleh Einstein menghasilkan beberapa hal diantaranya adalah kesetaraan massa dan energi E=mc2 yang dipakai sebagai salah satu prinsip dasar dalam transformasi partikel. Teori Kuantum, yang diawali oleh karya Planck dan Bohr dan kemudian dikembangkan oleh Schrodinger, Pauli, Heisenberg dan lain-lain, melahirkan teori-teori tentang atom, inti, partikel sub atomik, molekul, zat padat yang sangat besar perannya dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Percobaan Michelson-Morley, salah satu percobaan paling penting dan mahsyur dalam sejarah fisika, dilakukan pada tahun 1887 oleh Albert Michelson dan Edward Morley di tempat yang sekarang menjadi kampus Case Western Reserve University. Percobaan ini dianggap sebagai petunjuk pertama terkuat untuk menyangkal keberadaan eter sebagai medium gelombang cahaya. Percobaan ini juga telah disebut sebagai titik tolak untuk aspek teoritis revolusi ilmiah kedua. Albert Michelson dianugerahi hadiah Nobel fisika tahun 1907 terutama untuk melaksanakan percobaan ini.  Dalam percobaan ini Michelson dan Morley berusaha mengukur kecepatan planet Bumi terhadap eter, yang pada waktu itu dianggap sebagai medium perambatan gelombang cahaya. Analisis terhadap hasil percobaan menunjukkan kegagalan pengamatan pergerakan bumi terhadap eter. Ekperimen Michelson-Morley yang sangat peka tidak mendapatkan gerak bumi terhadap eter. Ini berarti tidak mungkin ada eter dan tidak ada pengertian gerak absolut. Setiap gerak adalah relatif terhadap kerangka acuan khusus yang bukan merupakan kerangka acuan universal.
Dalam eksperimen yang pada hakikatnya membandingkan kelajuan cahaya sejajar dengan dan tegak lurus pada gerak bumi mengelilingi matahari, juga eksperimen ini memperlihatkan bahwa kelajuan cahaya sama bagi setiap pengamat, suatu hal yang tidak benar bagi gelombang memerlukan medium material untuk merambat. Eksperimen ini telah meletakkan dasar bagi teori relativitas khusus Einstein yang dikemukakan pada tahun 1905, suatu teori yang sukar diterima pada waktu itu, bahkan Michelson sendiri  kurang bisa menerimanya. Percobaan Millikan atau dikenal pula sebagai Percobaan oil-drop (1909) saat itu dirancang untuk mengukur muatan listrik elektron. Rober Millikan melakukan percobaan tersebut dengan menyimbangkan gaya-gaya antara gaya gravitasi dan gaya listrik pada suatu tetes kecil minyak yang berada di antara dua buah pelat elektroda. Dengan mengetahui besarnya medan listrik, muatan pada tetes minyak yang dijatuhkan (droplet) dapat ditentukan. Dengan mengulangi eksperimen ini sampai beberapa kali, ia menemukan bahwa nilai-nilai yang terukur selalu kelipatan dari suatu bilangan yang sama. Ia lalu menginterpretasikan bahwa bilangan ini adalah muatan dari 1 elektron = 1.602× 10−19 coulomb (satuan SI untuk muatan listrik). Tahun 1923, Millikan mendapat sebagian hadiah Nobel bidang fisika akibat percobaannya ini.
Istilah fisika modern diperkenalkan karena banyaknya fenomena-fenomena mikroskopis dan hukum-hukum baru yang ditemukan sejak tahun 1890. Meskipun mekanika klasik hampir cocok dengan teori klasik lainnya seperti elektrodinamika dan termodinamika klasik, ada beberapa ketidaksamaan ditemukan di akhir abad 19 yang hanya bisa diselesaikan dengan fisika modern. Khususnya elektrodinamika klasik tanpa relativitas memperkirakan bahwa kecepatan cahaya adalah relatif konstan dengan Luminiferous aether, perkiraan yang sulit diselesaikan dengan mekanik klasik dan yang menuju kepada pengembangan relativitas khusus. Ketika digabungkan dengan termodinamika klasik, mekanika klasik menuju ke paradoks Gibbs yang menjelaskan entropi bukan kuantitas yang jelas dan ke penghancuran ultraviolet yang memperkirakan benda hitam mengeluarkan energi yang sangat besar. Usaha untuk menyelesaikan permasalahan ini menuju ke pengembangan mekanika kuantum.
Pada tahun 1900, Max Planck memperkenalkan ide bahwa energi dapat dibagi-bagi menjadi beberapa paket atau kuanta. Ide ini secara khusus digunakan untuk menjelaskan sebaran intensitas radiasi yang dipancarkan oleh benda hitam.Pada tahun 1905, Albert Einstein menjelaskan efek fotoelektrik dengan menyimpulkan bahwa energi cahaya datang dalam bentuk kuanta yang disebut foton. Pada tahun 1913, Niels Bohr menjelaskan garis spektrum dari atom hidrogen, lagi dengan menggunakan kuantisasi. Pada tahun 1924, Louis de Broglie memberikan teorinya tentang gelombang benda. Teori-teori tersebut meskipun sukses, tetapi sangat tidak ada penjelasan jelas untuk kuantisasi. Mereka dikenal sebagai teori kuantum lama.
Frase "Fisika kuantum" pertama kali digunakan oleh Johnston dalam tulisannya Planck's Universe in Light of Modern Physics (Alam Planck dalam cahaya Fisika Modern). Mekanika kuantum modern lahir pada tahun 1925, ketika Werner Karl Heisenberg mengembangkan mekanika matriks dan Erwin Schrodinger menemukan mekanika gelombang dan persamaan Schrodinger. Schrodinger beberapa kali menunjukkan bahwa kedua pendekatan tersebut sama. Heisenberg merumuskan prinsip ketidakpastiannya pada tahun 1927, dan interpretasi Kopenhagen terbentuk dalam waktu yang hampir bersamaan. Pada 1927, Paul Dirac menggabungkan mekanika kuantum dengan relativitas khusus. Dia juga membuka penggunaan teori operator, termasuk notasi bracket yang berpengaruh. Pada tahun 1932, Neumann Janos merumuskan dasar matematika yang kuat untuk mekanika kuantum sebagai teori operator.  Pada 1927, percobaan untuk menggunakan mekanika kuantum ke dalam bidang di luar partikel satuan yang menghasilkan teori medan kuantum. Teori Kromodinamika kuantum diformulasikan pada awal 1960-an. Teori yang kita kenal sekarang ini diformulasikan oleh Polizter, Gross and Wilzcek pada tahun 1975.Mekanika kuantum sangat berguna untuk menjelaskan apa yang terjadi di level mikroskopik, misalnya elektron di dalam atom. Atom biasanya digambarkan sebagai sebuah sistem di mana elektron (yang bermuatan listrik negatif) beredar seputar nukleus (yang bermuatan listrik positif). Menurut mekanika kuantum, ketika sebuah elektron berpindah dari energi level yang lebih tinggi (misalnya n=2) ke energi level yang lebih rendah (misalnya n=1), energi berupa sebuah cahaya partikel, foton, dilepaskanE = hv di mana E adalah energi (J), h adalah tetapan Planck, h = 6,63 x 10-34 (Js),  v adalah frekuensi dari cahaya (Hz).  Dalam spektrometer massa, telah dibuktikan bahwa garis-garis spektrum dari atom yang di ionisasi tidak kontinu hanya pada frekuensi atau  panjang gelombang tertentu garis-garis spektrum dapat dilihat.



BAB III
PEMBAHASAN

A.    Peristiwa Isra’ Dalam Tinjauan Fisika Modern

الْأَقْصَى الْمَسْجِدِ إِلَى الْحَرَامِ الْمَسْجِدِ مِنَ لَيْلًا بِعَبْدِهِ أَسْرَى الَّذِي سُبْحَانَ
الْبَصِيرُ السَّمِيعُ هُوَ إِنَّه آَيَاتِنَا مِنْ لِنُرِيَهُ حَوْلَهُ بَارَكْنَا الَّذِي
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Israa’ : 1)
              Ayat diatas dimulai dengan kalimat subhanallah. Kenapa harus subhanallah? Dalam Islam, kalimat ini biasa digunakan untuk mengagumi hal-hal yang menakjubkan. Lazimnya, karena perjalanan isra dan mi’raj merupakan perjalanan yang luar biasa dan layak untuk dikaji. Kalimat ini juga sebagai pembuka di kalimat-kalimat berikutnya.
              Dalam Firman Allah SWT tersebut terdapat kata asraa yang berarti “memperjalankan”. Dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ini bukan sesuai kehendaknya tetapi kehendak Allah SWT. Maka Allah mengutus malaikat Jibril untuk mendampingi Nabi dengan melewati dimensi ruang


dan waktu. Allah SWT sengaja memilih Jibril karena Jibril merupakan makhluk yang berasal dari cahaya.  
Untuk perjalanan Isra ini penulis membaginya menjadi beberapa penjelasan sebagai berikut :
a)      Badan Cahaya
Nabi SAW dengan didampingi malaikat Jibril dengan mengendarai Buraq melesat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya yaitu sekitar 300.000 km perdetik. Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan elektris saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak anatara Masjidil Haram di Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun bisa melebihi kecepatan elektris tadi.
              Pada abad 19 Albert Einstein mengungkapkan bahwa kecepatan tertinggi di alam semesta yaitu kecepatan cahaya. Dari sinilah muncul pemahaman mengenai fisika modern. Dalam fisika modern diartikan bahwa kecepatan cahaya dapat dilakukan oleh sesuatu yang sangat ringan bahkan hampir tidak mempunyai massa. Hanya foton lah yang merupakan kuantum-kuantum  penyusun cahaya yang dapat melakukan itu. Bahkan elektron pun yang massa nya hampir mendekati nol tidak dapat melakukan kecepatan setinggi itu.
              Dari sini muncul pertanyaan, dapatkah Nabi SAW yang bukan merupakan makhluk cahaya melakukan kecepatan setinggi itu? Bagi malaikat Jibril dan Buraq tidak jadi masalah, karena badan mereka tersusun dari foton-foton penyusun cahaya sehingga dapat dengan mudah melakukannya. Lain lagi dengan Nabi SAW, badannya tersusun oleh satuan-satuan terkecil penyusun tubuh yaitu sel. Jumlah selnya pun sekitar 390 milyar. Dari sel-sel itu tersusun menjadi jaringan, organ, dan sistem organ. Selain itu terdapat molekul-molekul berupa H2O, O2, asam amino, proton, neutron, dan elektron.
              Seluruh bagian-bagian penyusun itu bergandengan satu sama lain dengan menggunakan energi ikat, supaya tidak tercerai berai. Partikel-partikel sub atomik bergandengan membentuk atom. Atom-atom bergandengan membentuk molekul.  Demikian  pula berbagai jenis molekul bergandengan membentuk sel-sel tubuh dan seluruh organ. Dan kemudian organ-organ itu berkolaborasi membentuk badan kita.
Karena manusia memiliki bobot, jangankan untuk dipercepat dengan kecepatan setingkat kecepatan cahaya. Dengan percepatan beberapa kali gravitasi bumi (G) saja, sudah akan mengalami kendala serius, bahkan bisa meninggal dunia. (Mustofa, 2004:28)
Dalam ilustrasinya, Agus Mustofa (2004:29) memberi gambaran tentang seorang pilot yang melakukan manuver di angkasa. Ketika ia melakukan gerakan vertikal naik ke langit atau manuver ‘jatuh’ ke bumi misalnya, saat itu badannya akan mengalami tekanan alias beban yang sangat berat bergantung pada besarnya percepatan yang ia lakukan.
Jika pilot bermanuver ke langit dengan percepatan dua kali gravitasi bumi (2G), maka badannya akan mengalami tekanan dua kali lipat dari biasanya. Jika bobot pilot dalam kondisi normal 80 kg misalnya, maka pada saat melakukan manuver bobotnya akan menjadi 160 kg. Bahkan jika percepatannya lebih tinggi lagi, rasa ‘nyuut’ di otak akan semakin besar. Seperti orang yang jatuh bebas ke dalam sebuah sumur yang dalam. Bisa-bisa seseorang akan mengalami ‘hilang kesadaran’. Apalagi manuver pilot dengan kecepatan 5G, pilot yang tidak terlatih bisa-bisa mengalami black out alias semaput atau pingsan di angkasa.
Ilustrasi diatas masih tergolong kecepatan rendah, tetapi resikonya sudah sangat bahaya apalagi kecepatan cahaya yang umumnya lebih tinggi dari itu. Jelas badan manusia tidak akan mampu menahannya. Bukan hanya pingsan, tetapi badan manusia akan tercerai berai menjadi partikel-partikel sub atomik. Hal ini terjadi karena tubuh manusia tersusun dari partikel-partikel sub atomik yang saling bergandengan menggunakan binding energy atau energi ikat. Ketika dipercepat dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan gaya yang berlawanan dengan energi ikat tersebut. Semakin tinggi kecepatan yang diberikan kepada benda, maka energi yang melawan binding energy tersebut semakin besar. Sehingga, suatu ketika tubuh manusia akan “meledak” dan menjadi partikel-partikel kecil.
 Hal ini sesuai dengan hasil relativitas khusus yang dikemukakan oleh Einstein.
m =
dengan m, mo, v dan c masing-masing adalah massa benda bergerak, massa ketika diam, kecepatan gerak benda dan kecepatan cahaya. (Purwanto, 2008:311)
Jika demikian, bukankah Nabi Muhammad SAW juga manusia biasa seperti pilot dalm ilustrasi tadi? Yang badannya tidak akan mampu melakukan kecepatan setinggi itu, bahkan badan beliau akan hancur menjadi partikel-partikel kecil. Memang secara ilmiah sulit untuk mengatakan bahwa Nabi SAW melakukan perjalanan tersebut dengan badan badannya yang normal. Beliau tidak akan bisa bergerak sekencang malaikat Jibril dan  Buraq  karena badannya memang bukan terbuat dari cahaya. Tetapi dalam fisika modern semua ini dapat teratasi yaitu dengan penjelasan reaksi Annihilasi.
Apa itu reaksi Annihilasi? Yaitu proses rekontruksi sebuah materi menjadi sebuah gelombang. Ini dapat terjadi karena dalam setiap materi (zat) terdapat anti materi yang apabila direaksikan, keduanya akan menghilang dan berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama.
Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir masih dalam tinjauan Agus Mustofa (2004:31), bahwa jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron sebagai antielektronnya, maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gama, dengan energi masing-masing 0,11 MeV untuk pasangan elektron dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.
Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi dua buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini menunjukan bahwa materi memang bisa berubah menjadi cahaya dengan cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi.
Kemungkinan hal ini terjadi sesaat setelah Jibril membersihkan hati Nabi SAW dengan air zam-zam. Kenapa harus hati? Karena hati merupakan pusat dari segala energi pada manusia. Segala perubahan individu dapat diketahui dengan melihat frekuensi hatinya. Dengan “mereaksikan” hati diharapkan ada perubahan karena hati merupakan pusat sistem energi. Dengan segala kehendak-Nya Allah SWT menyuruh Jibril agar “memanipulasi” sistem energi yang ada pada tubuh Nabi SAW. Maka dalam sekejap tubuh material beliau diubah menjadi cahaya dengan reaksi annihilasi. Dan dapat melakukan perjalanan bersama Jibril dengan mengendarai Buraq dengan wujud yang berbeda, yaitu menjadi wujud cahaya.

b)      Dilatasi Waktu

مِّنَ اللّٰهِ ذِى الۡمَعَارِجِؕ‏ ﴿۳﴾ تَعۡرُجُ الۡمَلٰٓٮِٕكَةُ وَ الرُّوۡحُ اِلَيۡهِ فِىۡ يَوۡمٍ كَانَ مِقۡدَارُهٗ خَمۡسِيۡنَ اَلۡفَ سَنَةٍ‌ۚ‏ ﴿۴
 “Dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (Q.S Al-Ma’arrij : 3-4)
            Ayat diatas menerangkan tentang konsep dilatasi waktu sebagaimana yang dikemukakan oleh Albert Einstein dalam teori relativitasnya. Teori Relativitas membahas mengenai Struktur Ruang dan Waktu serta mengenai hal hal yang berhubungan dengan Gravitasi. Teori relativitas terdiri dari dua teori fisika, relativitas umum dan relativitas khusus. Teori relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari perspektif pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan fenomena terkait. Tetapi yang akan penulis bahas yaitu tentang relativitas khusus dan efeknya yang disebut dilatasi waktu (dari bahasa Latin: dilatare “tersebar”, “delay”).
            Dalam teori relativitas khusus, Einstein mengemukakan  bahwa perbandingan nilai kecepatan suatu benda dengan kecepatan cahaya, akan berpengaruh pada keadaan benda tersebut. Semakin dekat nilai kecepatan suatu benda (v) dengan kecepatan cahaya (c), semakin besar pula efek yang dialaminya (t`): perlambatan waktu. Hingga ketika kecepatan benda menyamai kecepatan cahaya (v=c), benda itu pun sampai pada satu keadaan nol. Demikian, namun jika kecepatan benda dapat melampaui kecepatan cahaya (v>c), keadaan pun berubah. Efek yang dialami bukan lagi perlambatan waktu, namun sebaliknya waktu menjadi mundur (-t’).
            Misalnya kita ambil contoh tentang fenomena ini sebagaimana yang dikenal dengan paradoks anak kembar. Dua saudara kembar yang kita beri nama Dina dan Dono. Dono tinggal di Bumi dan Dina terbang keluar angkasa ke sebuah planet di tata surya yang jauh dengan kecepatan cahaya dan kembali ke bumi dengan kecepatan yang sama. Setelah mereka bertemu kembali dibumi ternyata umur Dina  lebih muda daripada umur Dono yang tetap tinggal dibumi, disebabkan si traveler (Dina) mengalami phenomenon time dilation atau fenomena dilatasi waktu  dalam perjalanannya.

   
   (1)                             (2)                               (3)
 
                (4)                            (5)
            *gambar diatas ilustrasi paradoks kembar
            Namun, apa hubungan dilatasi waktu tadi dengan peristiwa Isra’? sebagaimana yang kita ketahui, Nabi SAW beserta Jibril dengan mengendarai Buraq melakukan perjalanan Isra dengan kecepatan 300.000 km/detik dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang berjarak 1500 km. Berarti mereka melakukan perjalanan itu hanya dengan 0,005 detik saja. Hal itu mungkin saja terjadi mengingat badan beliau yang sudah diubah menjadi cahaya dan dalam perjalanannya mengalami dilatasi waktu. Sehingga dapat melakukannya dalam sekejap mata.
c)      Alasan Malam Hari
Pemilihan peristiwa ini pada malam hari sebenarnya lebih bersifat teknis. Pada siang hari radiasi sinar matahari  demikian  kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan  Rasulullah  SAW, yang  sebenarnya  memang bukan badan cahaya. Badan Nabi yang sesungguhnya tentu saja, adalah materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu hanya bersifat sementara, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Jibril. Dengan melakukannya pada malam hari, maka  Allah  telah menghindarkan Nabi dari interferensi gelombang yang akan membahayakan badannya. Suasana malam memberikan kondisi yang baik untuk perjalanan itu. (Mustofa, 2004:36)
Sebagai gambaran sederhananya kita ambil gelombang bunyi/suara. Pada malam hari suara cenderung terdengar lebih jernih daripada siang hari. Begitu juga apabila kita ingin mendengar radio, maka pada malam hari cenderung lebih jelas dan mencarinya pun tidak sulit. Hal ini terjadi karena pada malam hari  tidak banyak terjadi gangguan dan interferensi.

B.     Peristiwa Mi’raj Dalam Tinjauan Fisika Modern
Mereka melakukan perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha hanya dengan sekejap mata yang berjarak sekitar 1500 km, mungkin itu tidak ada artinya bagi mereka mengingat kecepatan yang dilakukan sebesar 300.000 km/detik. Tetapi, pada perjalanan kedua yaitu Mi’raj terasa berbeda. Karena jarak antara bumi dan Sidratul Muntaha yang begitu jauh.
Hitungan kasar menghasilkan kecepatan ruh dan malaikat adalah 18.250.000 (delapan belas juta dua ratus lima puluh ribu; lima puluh ribu kali jumlah hari dalam satu tahun) kali kecepatan kita. Misalkan kita ambil kecepatan lari unta adalah 25 km/jam dalam sehari efektif delapan jam perjalanan, maka kita menempuh jarak 200 km dalam sehari. Jika Mi’raj dari Masjidil Aqsha ke langit dan kembali ke bumi dilakukan mulai jam delapan malam sampai dengan jam empat pagi, maka dalam perjalanannya Nabi SAW mencapai kejauhan satu miliar delapan ratus dua puluh lima juta kilometer dari bumi. Perjalanan ini baru melampaui Planet Saturnus, tetapi belum sampai Uranus apalagi Neptunus. (Purwanto, 2008:311)
 Maka perjalanan kedua ini tidak memakai lagi konsep relativitas khusus seperti pada perjalanan pertama. Setelah mereka tiba di Masjidil Aqsha, badan Nabi SAW tidak lagi berbadan cahaya tetapi sudah kembali dalam bentuk materinya. Hal ini sama dengan konsep teleportasi seperti yang banyak ditayangkan oleh film fiksi ilmiah. Pada perjalanan Mi’raj ini kita gunakan pendekatan perjalanan dimensional.
            Dalam tinjauan Agus Mustofa (2004:57) ia mengungkapkan bahwa Nabi SAW, Jibril, serta Buraq melakukan Mi’raj dengan mengarungi alam semesta atau langit. Yang disebut langit sebenarnya bukanlah sebuah bidang batas di angkasa sana, melainkan sebuah ruang tak berhingga besar yang memuat triliunan benda-benda angkasa. Mulai dari batuan angkasa yang berukuran kecil, satelit semacam bulan, planet-planet, matahari dan bintang, galaksi hingga superkluster.
Istilah langit dalam bahasa Inggris, barangkali memberikan gambaran yang lebih jelas : Sky. Dalam bahasa Indonesia disebut sebagai 'Angkasa'. Istilah lainnya adalah space. Sehingga, angkasa di luar Bumi disebut sebagai Outer Space. Jadi langit adalah Ruang Angkasa.
            Pemahaman  tentang langit ini penting untuk menyamakan persepsi  kita  tentang perjalanan  Mi'raj  Rasulullah  SAW. Sebab, dalam pemahaman tradisional selama ini, kita memperoleh kesan betapa langit itu digambarkan sebagai atap alias 'langit-langit'. Bahkan digambarkan pula sebagai atap yang ada pintu-pintunya, yang kemudian harus dibuka sebagaimana pintu rumah. Ketika  Rasulullah  SAW ingin memasuki langit yang lebih tinggi.
            Allah SWT menjelaskan bahwa langit terdiri dari 7 tingkat. Sebagaimana  Firman-Nya :
"Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan  Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit  yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami  memeliharanya dengan sebaik-baiknya.  Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat : 12)
            Pada ayat itu “langit yang dekat” merujuk pada langit pertama atau sering kita sebut sebagai langit dunia. Di langit dunia ini berdimensi tiga yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, serta segala benda langit yang mengisinya.
            Makna ‘dekat’ diatas bukan berarti jaraknya yang begitu dekat dari manusia, bahkan bintang terdekat pun membutuhkan waktu 428 tahun untuk datang kesana. Itu pun kalau kita menggunakan pesawat tercepat milik manusia, misalnya Challenger, atau Columbia yang berkecepatan 20.000 km per jam. Dengan kecepatan yang lebih tinggi pun masih sangat lama jarak tempuhnya yaitu sekitar 8 tahun. Jarak bintang terjauh pun memerlukan waktu hingga 10 miliar tahun. Sungguh, usia manusia tidak akan mampu mencapainya apalagi untuk mengarungi alam semesta.
            Lanjut Agus Mustofa (2004:67) ternyata alam semesta kita ini memang demikian besarnya. Diperkirakan diameternya mencapai 30 miliar tahun  cahaya. Artinya, jika cahaya mencoba menyeberang  alam semesta dari tepi kiri menuju tepi kanan, ia butuh waktu selama 30 miliar tahun. Sungguh sebuah ukuran yang sangat besar.
            Dari segi tinjauan Fisika, alam semesta terdiri dari 4 hal yaitu materi, energi, ruang, dan waktu. Keempat hal itu memiliki fungsi yang berbeda-beda.  'Ruang' berfungsi sebagai wadah. 'Waktu' berperanan mengikat usia. 'Benda' sebagai pengisi. Dan 'energi' sebagai penggerak terjadinya dinamika.
            Menurut Agus (2004:75), bahwa materi dan energi itu bagaikan sebuah timbangan. Jika sifat  materinya menonjol,  maka sifat energinya menjadi lemah dan tersimpan sebagai potensi saja. Sebaliknya jika sifat materinya melemah, maka sifat energinya akan menonjol. Maka, jika kita ingin memperoleh energi dari suatu benda, kita harus merusak benda tersebut sehingga massanya berkurang. Selisih massa itulah yang berubah menjadi energi. Dan secara ekstrim, kita lantas bisa menciptakan energi yang luar biasa  besarnya dengan cara memusnahkan materi menjadi energi, mengikuti rumus Einstein yang sangat terkenal, yaitu E = mc2. Reaksi itu disebut sebagai reaksi Annihilasi.
            Begitulah, alam semesta ini tersusun dari partikel materi dan energi. Jika di sana ada materi dalam jumlah besar,  maka sebagian besar energinya akan tersimpan sebagai potensi. Misalnya, jika di alam ini terbentuk matahari baru, maka matahari itu adalah sebuah material yang menyimpan energi. Energi panas yang tersimpan di dalamnya sebagian dilepaskan dengan cara bereaksi secara termonuklir.
            Para ahli Fisika Modern menyimpulkan bahwa alam semesta ini terbentuk dari adanya materi, energi, ruang dan waktu secara bersamaan. Bahkan ketika alam semesta belum ada, keempat komponen ini pun tidak ada. Yang terjadi hanyalah ‘ketiadaan mutlak’. Ketika alam semesta ini terbentuk, maka keempat komponen itu terbentuk, berubah, dan mengembang sampai sekarang.
            Perubahan ruang dan waktu berpengaruh pada perubahan materi dan energi. Sebaliknya, perubahan materi dan energi ternyata juga berpengaruh pada ruang dan waktu. Keempat komponen itu sepenuhnya berfungsi membentuk alam semesta. Jika tidak ada salah satu dari keempatnya, maka alam semesta tidak akan berbentuk sepertl sekarang. Ambillah contoh, jika tidak ada materi (benda): maka alam semesta ini juga tidak akan terbentuk seperti sekarang. Hanya terbentuk  dari  tiga unsur. Sementara kita tahu bahwa energi adalah bentuk lain dari materi (benda). Tidak ada benda, berarti tidak ada energi. Maka tidak mungkin alam semesta ini hanya tersusun dari 'ruang' dan 'waktu' saja. Jika tidak ada materi dan energi, ruangan juga tidak terbentuk dan tidak bermakna. Ruang hanya terjadi ketika ada materi.  Demikian  pula 'waktu', ia hanya akan ada jika ada 'materi' dan 'ruang' yang dikenal oleh perubahannya. 
            Untuk memahami alam semesta ini, terkadang ada sebagian informasi yang menyatakan bahwa setiap tingkatan langit terdapat sebuah pintu yang ada penjaganya. Sebaiknya kita ubah persepsi itu, karena sebaiknya kita memahami tentang kondisi langit yang sesungguhnya, yang terbentang dalam realitas kehidupan kita. Makna dari pintu itu sebagaimana yang digambarkan dalam Q.S An Naba': 18-19 lebih kepada ‘jalan tembus’ antar langit. Mulai dari langit pertama yang berdimensi 3 hingga langit ke tujuh yang berdimensi 9.
            Lanjut Agus dalam bukunya (2004:88), ia mengilustrasikan sebagai berikut :
Bayangkanlah sebuah pesawat angkasa luar yang akan lepas landas dari  Bumi  menuju bulan. Maka pesawat tersebut  tidak bisa  ‘seenaknya’ melepaskan diri dari muka Bumi bergerak lurus menuju Bulan. Ia harus melewati Iintasan berputar naik, sebelum lepas dari permukaan Bumi. Nah, lintasan naik ke arah bulan itu  diinterpretasikan sebagai 'tangga' menuju langit. Selain itu, ada tangga kenaikan yang bersifat  dimensional.

Menurut Einstein, selama ini kita hidup, bekerja dan dan memperlakukan sesuatu di dalam ruang yang diam-diam kita anggap datar. Padahal ruang-waktu melengkung sehingga tarik-menarik antar dua objek dapat terjadi.
            Dalam memahami konsep dimensi ini memang agak sulit, apalagi bagi orang awam. Masih dalam tinjauan Agus Mustofa (2004:91), ia memberi beberapa ilustrasi. Menurutnya, bayangkan dunia ini sebagai balon udara yang berdimensi tiga. Lalu berilah tanda bulatan-bulatan kecil di permukaan balon yang kita anggap itu sebagai benda langit seperti matahari, bulan, bintang, galaksi, planet, dan lain sebagainya. Bulatan yang berada di permukaan itu berdimensi dua, dan bayangkan pula titik-titik yang kita anggap  sebagai penghuni dari salah satu bulatan kecil di permukaan tersebut (bumi).
            Apabila ingin melakukan perjalanan ke luar angkasa, kita sebagai penghuni salah satu dari bulatan kecil itu harus melewati bulatan-bulatan kecil lainnya pada permukaan itu. Misal kita melewati permukaan itu satu putaran, maka yang terjadi kita akan kembali lagi ke bumi. Disebabkan bentuk balon udara yang melengkung. Tetapi kalaupun bisa, usia manusia tidak akan mampu melakukannya karena membutuhkan waktu yang sangat lama.
Begitulah analogi (persamaan) bentuk alam semesta. Langit kita ini berbentuk lengkung, bagaikan sebuah permukaan balon. Hanya bedanya, permukaan balon adalah 'ruang' berdimensi 2 alias luasan, sedangkan langit kita yang sesungguhnya adalah ruang berdimensi 3 alias volume.
Ilustrasi diatas masih mengenai langit pertama, lantas dimanakah langit kedua, ketiga, hingga ketujuh ? Ternyata langit kedua tidak bersusun seperti kue lapis terhadap langit yang pertama. Melainkan, tersusun secara dimensional. Jika kita asumsikan setiap langit bertambah 1 dimensi pada setiap kenaikan tingkatnya, maka langit pertama adalah alam berdimensi 3, dan langit keduanya adalah alam berdimensi 4.
Kita bayangkan kembali bola tadi. Apabila manusia ingin melakukan perjalanan luar angkasa, maka yang harus ia lakukan adalah dengan mengelilingi permukaan balon tersebut. Padahal, sebenarnya ada jarak yang lebih pendek, berupa garis lurus. Jarak yang lebih pendek itu adalah lewat 'ruangan' di tengahnya balon. Jadi, jika 'kita' (titik-titik) mau bergerak dari titik A di tepi kiri balon ke titik B di tepi kanannya, kita bisa menempuhnya dengan dua cara: yang pertama adalah lewat permukaan balon (Iintasan melengkung). Dan yang kedua adalah menembus ruangan di tengah-tengah balon (Iintasan lurus).  
Itulah perumpamaan antara langit pertama yang berdimensi tiga dan langit kedua yang berdimensi empat. Sebenarnya jarak dari kedua langit itu terletak secara berdampingan. Sebagaimana permukaan bola tadi dengan ruang di dalamnya. Atau seperti bayang-bayang di permukaan tembok, dengan ruangan  di sebelahnya.  Masing-masing memuat benda yang berbeda.
            Dalam langit sesungguhnya, kita gambarkan penghuni langit pertama adalah manusia dan penghuni langit kedua jin. Seperti yang terlihat pada gambar diatas, kita umpamakan manusia sebagai makhluk yang hidup dipermukaan tembok dan jin sebagai makhluk yang mengisi ruang itu. Sehingga kita sebut manusia sebagai makhluk ‘luas’ dan jin sebagai makhluk ‘volume’. Kedua makhluk itu hidup berdampingan tetapi berbeda dunia dan tidak bisa bercampur satu sama lain.  Kenapa bisa seperti itu? Karena dalam gambar itu kita analogikan manusia sebagai makhluk 2 dimensi dan jin makhluk 3 dimensi. Manusia sebagai makhluk luas tidak bisa masuk ke dunia jin, tetapi jin dapat masuk ke dunia manusia karena tingkatan dimensi jin lebih tinggi daripada manusia. Tetapi dalam dimensi sesungguhnya, manusia berdimensi 3 dan jin berdimensi 4.
            Jarak dunia Jin lebih pendek daripada jarak dunia manusia. Misalnya kita ingin pergi dari Jakarta ke Surabaya, maka jarak yang harus kita tempuh sekitar 1000 km. Tetapi bagi Jin jarak tempuh Jakarta-Surabaya itu dapat lebih pendek. Karena lintasan dunia Jin membentuk garis lurus sedangkan lintasan dunia manusia membentuk lengkungan mengikuti permukaan bola.
Menurut kenyataan astronomi, langit pertama yang dihuni manusia sedang berkembang (expanding universe). Maka, bayangkanlah ia seperti sebuah balon yang sedang ditiup. Permukaan elastis balon tersebut akan mengembang ke segala arah mengikuti tiupan. Jarak antar titik (gambar bulatan) di permukaan bola itu akan ikut menjauh, karena permukaan balon tersebut mengembang. Pengembangan itu menjadi mungkin, karena balon udara tesebut berada di dalam ruangan bebas berdimensi 3. Sehingga seberapa besar pun balon itu mau mengembang, tetap bisa diwadahi oleh ruang berdimensi 3 di mana ia berada. (Mustofa, 2004: 100)
Dalam konteks yang sesungguhnya, langit pertama yang dihuni manusia ini memang sedang mengembang ke langit kedua. Persis seperti sebuah balon yang mengembang di ruang bebas 3 dimensi. Lengkungan langit pertama (3 dimensi) bisa mengembang karena ia berada di dalam Langit kedua yang berdimensi 4.
    Lalu bagaimana dengan langit ketiga dan seterusnya? Semakin besar tingkatan langit, maka semakin tinggi pula dimensinya. Langit pertama berdimensi 3, langit kedua berdimensi 4, langit ketiga berdimensi 5, dan seterusnya. Untuk langit ketiga, keempat, hingga ketujuh ini kita tidak dapat menggambarkannya secara nyata, berhubung ruang lingkup manusia yang berada dalam dimensi 3. Tak ada seorang pun di dunia ini yang dapat menggambarkan dimensi yang lebih tinggi dari dimensi 3. Alternatifnya, dapat di gambarkan dengan menurunkan tingkat dimensi seperti yang telah dijelaskan di atas tentang langit kedua.
Apabila kita kaji ulang tentang struktur tingkatan langit ini, dugaan awal menyatakan bahwa tiap tingkatan langit bertingkat hanya satu arah ke atas. Perhatikan gambar no 1! Ini merupakan dugaan struktur langit berlapis tujuh yang paling tradisional. Pemikiran yang lebih modern menyatakan bahwa langit terstruktur ke segala penjuru alam semesta, tetapi tidak menjelaskan tentang perbedaan dimensinya. Sebagaimana yang tergambar dalam gambar no 2 di bawah ini.
 
                           (1)                                                        (2)
            Pemikiran yang paling mutakhir mempersepsi langit bertingkat tujuh sebagai peningkatan dimensi dari 3 sampai 9. Untuk itu, kita tidak mungkin bisa menggambarkan secara utuh, kecuali dengan cara memproyeksikan ke langit pertama yang berdimensi 3. Secara analogi, kita lantas bisa membuat perumpamaan sebagai berikut.
Gb. 1. Garis adalah 'alam' berdimensi 1 - yang tersusun dari 'titik-titik' berjumlah tidak berhingga
Gb. 2 Luasan adalah alam berdimensi 2 - yang tersusun dari 'garis-garis' berjumlah tidak berhingga
Gb. 3 Volume atau balok adalah alam berdimensi 3 - yang tersusun dari lembaran-lembaran luasan berjumlah tak berhingga

            Pada gambar diatas, garis (dimensi 1) tersusun dari titik-titik yang tidak terhingga. Lalu, garis-garis yang tak terhingga itu akan membentuk lembaran (dimensi 2) dan lembaran-lembaran itu akan membentuk balok (dimensi 3). Sehingga bisa disimpulkan bahwa balok yang berdimensi 3 itu mengandung garis-garis (dimensi 1) dan lembaran-lembaran (dimensi 2) yang tidak terhingga.
            Agus Mustofa (2004:114) mengatakan bahwa sebuah 'ruang' selalu tersusun oleh 'ruang' berdimensi lebih rendah dalam  jumlah yang tidak berhingga. Misalnya, ruang 3 dimensi tersusun oleh ruang 2 dimensi dalam jumlah  tidak  berhingga. Sedangkan ruang 2 dimensi juga tersusun atas ruang 1 dimensi dalam jumlah tak berhingga.
            Setelah penjelasan dimensi yang telah penulis jelaskan, secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa Nabi SAW melakukan Mi’raj ini dengan menembus langit pertama yang berdimensi 3 hingga langit ketujuh yang berdimensi 9. Kondisi Nabi SAW sama dengan bayang-bayang yang berada pada tembok yang ingin melepaskan diri ke dunia ruang. Kenapa hal itu dapat terjadi, sedangkan dimensi Nabi SAW lebih rendah dari langit-langit itu? Karena untuk menembus dimensi yang lebih tinggi diperlukan bantuan makhluk yang berada pada dimensi-dimensi itu. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat kehadiran Malaikat Jibril yang merupakan makhluk langit ke tujuh yang berdimensi 9. Allah SWT sengaja mengutus Jibril untuk membantu Nabi SAW karena perjalanan ini bukan atas kemauan Nabi SAW melainkan kehendak-Nya.
            Isra’ dan Mi’raj tidak mungkin dapat dijelaskan secara eksak dan tuntas, tetapi penjelasan dengan teori relativitas dan dimensi ini sudah memberi penjelasan yang memadai. Hal yang paling penting memang bukan tuntasnya penjelasan, melainkan pesan ilmiah yang tersirat didalamnya. Manusia hanya bisa menduga-duga dengan ilmu yang dipelajarinya, selebihnya hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Wallahu a’lam bisshowab.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis bahas sebelumnya, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut :
1.      Isra dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang berbeda. Yaitu  terpisah menjadi peristiwa Isra’ dan peristiwa Mi’raj yang terjadi secara bersamaan dalam satu malam. Isra adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW bersama Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan mengendarai buraq. Sedangkan Mi’raj adalah  diangkatnya Nabi bersama Jibril dari bumi (Masjidil Aqsha)  naik ke langit ke tujuh hingga Sidratul Muntaha dengan mengarungi dimensi ruang dan waktu.
2.      Sejarah fisika dimulai pada tahun sekitar 2400 SM. Terbagi kepada empat periode, yaitu periode pertama, periode kedua, periode ketiga (fisika klasik), dan periode keempat (fisika modern). Fisika modern lahir untuk menjelaskan beberapa fenomena yang tidak bisa di jelaskan oleh fisika klasik, misalnya fenomena mikroskopis. Salah satunya yaitu tentang kecepatan cahaya (relativitas) yang dipelopori oleh Albert Einstein pada abad ke 19.


3.      Perjalanan Isra’ Nabi SAW dimulai dengan pengubahan badan Nabi SAW menjadi badan cahaya, yang dalam fisika modern dikenal dengan reaksi Annihilasi. Lalu perjalanan dilanjutkan dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya sehingga Nabi SAW, Jibril, dan Buraq dapat sampai di Masjidil Aqsha dengan sekejap mata.
4.      Perjalanan Mi’raj Nabi SAW bukanlah perjalanan ‘luar angkasa’ yang menempuh jarak berjuta atau bermiliar kilometer. Tetapi perjalanan lintas dimensi dengan menembus batas-batas langit dari langit pertama hingga langit ke tujuh.

B.     Saran
1.      Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW  yang keberadaannya dijelaskan dengan ilmu pengetahuan  maupun tidak, tetap kewajiban kita harus meyakininya.
2.      Sebaiknya umat Islam pandai mengambil dan mempelajari pesan-pesan ilmiah yang tersirat maupun tidak terhadap berbagai fenomena yang termasuk keagungan-Nya.
3.      Sebagai umat Islam, seharusnya kita jangan kalah bersaing dengan non-Islam, khususnya di bidang IPTEK dan penelitiannya.
4.      Kepada pihak sekolah, sebaiknya menanamkan jiwa rasa ingin tahu yang besar dan pengetahuan-pengetahuan islami kepada peserta didiknya agar tercipta generasi “ulul albab” yang selalu mengkaji dan mentafakuri segala keagungan-Nya.


Daftar Pustaka
Ali, Yunasril. 2005. Ensiklopedia Islam. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
Anonim.  2009. Isra Miraj Dan Teori Relativitas. [on line]
Anonim. 2013. Periode Sejarah Fisika Menuju Era Modern. [on line]
KBBI. 2013. KBBI Pustaka Utama. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mustofa, Agus.2004 . Terpesona di Sidratul Muntaha. Surabaya : Padma. Purwanto, Agus.2008 . Ayat-ayat Semesta. Bandung : Mizan Media Utama.
Ramadhan, Soni. 2008. Sejarah Perkembangan Ilmu Fisika. [on line].
Ridha, Muhammad. 2010. Sirah Nabawiyyah (diterjemahkan oleh : H.Anshori

Umar). Bandung : Irsyad Baitus Salam.

Komentar

Postingan Populer